Kata Maladewa atau yang terkenal dengan Maldives biasa diidentikkan orang dengan mahal!
Kata-kata lain yang dekat dengannya adalah liburan mewah, resort tak terjangkau, pulau dan pantai yang indah, atau bulan madu tidak terlupakan. Jika di Indonesia, ada tambahannya: Ical dan teddy bear.
Saya juga berasumsi yang sama terhadap kata itu. Oleh karenanya Maladewa tidak pernah masuk di dalam daftar tujuan jalan-jalan kami. Sempat sih terpikir sekitar tiga tahun yang lalu ketika salah seorang sahabat kami pernah bekerja di salah satu resort di sana. Tapi kata-kata mahal yang membayang dalam pikiran selalu membuat kami mengurungkan niat.
Hingga suatu hari di minggu ke dua bulan Mei.
Awalnya
Saya sudah mengantongi cuti 5 hari untuk total libur 11 hari (5 hari cuti ditambah 2 hari tanggal merah dan 4 hari akhir pekan). Kami sudah mengantongi tiket pesawat untuk Jakarta – India – Mesir – Jakarta.
5 hari sebelum kami berangkat, sahabat tercinta, Kakilangit sedang mencari info tentang pengurusan Visa On Arrival (VOA) di Kairo, Mesir dari internet. Lalu terlihat dia tiba-tiba panik. Ternyata per bulan Februari 2015, VOA dihapuskan untuk WNI. Per Mei 2015, VOA dihapuskan untuk semua. Menurus visa dalam 4 hari tidaklah mungkin. Lemaslah kami untuk sesaat. Selamat tinggal Mesir di tahun 2015!
Pilihan selanjutnya adalah berlama-lama di India atau mencari destinasi baru bebas visa yang tiketnya terjangkau jika dari India dan terjangkau juga untuk pulang ke Jakarta. Di sinilah saat kata Maladewa muncul.
Tiket, Akomodasi dan Transportasi
Kami menemukan tiket dengan harga USD 300 per orang sekali jalan. India – Maldives dan Maldives – Jakarta. Jika sedang beruntung dan cari dari jauh-jauh hari, ada tiket pesawat pp Jakarta- Maldives – Jakarta yang harganya USD 350-400. Coba deh cek Tiger Air, Srilankan atau Mihin Lanka Airlines.
Bebas visa dan tiket murah, checked. Tapi apa kabar akomodasi di sana? Kalau harga menginap di sana gila-gilaan, mana sanggup. Bisa-bisa sampe di sana ga sanggup bayar penginapan lanjut jadi TKI. Tapi TKI mau kerja apa? Mau jadi koki di resort, masak kita ga bisa; mau jadi pelayan ga becus; mau jadi kuli kapal, tenaga ga ada.
Sebagai gambaran, resort-resort yang ada di internet, yang cakep-cakep banget itu harga per malamnya USD 1000 sampai USD 5000! Iyah, per malamnya puluhan juta, belum termasuk lain-lainnya. Seminggu di sana bisa habis ratusan juta! Jelas ini bukan kelas kami. Fiuh.
Syukurlah kita menemukan referensi dari beberapa blog orang (cuma satu yang dari Indonesia) yang bilang kalau ke Maldives bisa murah! Kami langsung mengecek situs-situs akomodasi di sana. Dari AirBnB, Booking.om, Expedia, sampai Agoda. Dan benar, ada yang sangat terjangkau! Guest house dan hotel per malam hanya USD 35-60. Berangkat kita!
Kami memesan Ocean Vista dengan harga USD 100 untuk berdua untuk 3 malam! Kamarnya bagus, bersih banget. Ada AC, air panas, kulkas, lengkap! Setiap hari dibersihin lagi. Akomodasi murah dan bersih. Aman! Ga perlulah kami jadi TKI.
Lalu bagaimana dengan transportasi selama di sana? Dari airport menuju ke penginapan dan sebaliknya? Maladewa adalah negeri yang terdiri dari 200 pulau-pulau mini atau disebut juga dengan atol-atol. Geografisnya mirip dengan Kepulauan Seribu. Jadi, moda transportasi utama tentu saja kapal.
Sama seperti memilih akomodasi, kapal yang mahal ada, kapal yang murah juga ada. Setiap penginapan dari yang di resort hingga di penginapan kami menawarkan kapal cepat untuk antar jemput dari bandara – pulau – bandara. Biayanya per orang untuk sekali antar atau sekali jemput berkisar dari USD 25 – 150.
Lagi-lagi, karena kami menganut aliran murahanis, itu bukan pilihan kami. Kami menggunakan jasa kapal lambat saja. Biayanya? Per orang hanya USD 3 saja! Meski harganya murah, kapalnya bagus loh. Bersih dan teratur. Cuma lebih lambat. Ya sudah lah ya, toh lagi liburan, ya dinikmati tiap waktunya.
Makanan, Minuman dan Budaya Lokal
Adalah harga makanan yang sulit untuk diakali. Harga makanannya mirip kalau kita sedang di negara-negara Eropa atau di Australia. Mahal! Seporsi makanan dan minuman di rumah makan atau kedai sederhana maupun di hotel biasa harganya bisa 100-150 ribu. Dan itu biasanya belum termasuk 12% pajak pemerintah dan 5% service tax. Satu buah kelapa muda harganya 40 ribu, hiks. Jadi, tips dari saya, waktu sarapan di hotel yang gratis itu, makanlah sebanyak-banyaknya. Jadi di siang dan malam hari ga kalap.
Dalam perjalanan-perjalanan kami, sering kami menyempatkan diri untuk lihat-lihat dan berbelanja di mini market atau super market di tempat kami berada. Di Maladewa juga tak terlewat. Harga-harga yang terpampang di sana cukup membuat saya mengelus dada. Perlengkapan mandi atau toiletries pun harganya ga karuan. Satu botol sabun cair 250ml harganya 55 ribu. Untung stok sabun dan shampoo masih banyak, kalau engga ada mending ga usah mandi, eh. Mau jajan biskuit, satu bungkusnya harganya 35ribu. Hih, ga jadi ah. Beli es krim ajah. Hehehe.
Es krim dan kelapa muda memang paling pas dengan udara panas dan semilir angin pantai. Minuman dingin lainnya yang enak, bir, atau minuman beralkohol, dilarang dijual bebas di negara tersebut karena di Maladewa adalah negeri Islam yang aturan-aturannya cukup kental.
Penduduk lokal yang menggunakan kerudung, jilbab, turban, peci terlihat di mana-mana, terutama di Pulau Male, ibukota Maldives dan di pulau-pulau besar seperti Maafushi tempat kami menginap. Masjid yang bisa ditemukan di tikungan jalan, suara adzan yang menggema lima kali dalam sehari, membuat kita merasa seperti sedang di tanah air.
Yang menarik perhatian saya adalah adanya dua jenis pantai di Maladewa: Public Beach dan Bikini Beach. Iya, ini seperti win-win solution. Kebudayaan lokal selayaknya dihormati di Public Beach, tidak diperkenankan bikini di sana, tapi di Bikini Beach yang sekelilingnya ditutupi oleh pagar bambu, silakan gunakan sesukanya untuk berenang atau sekedar berjemur.
Pesona Maladewa
Maladewa itu negara cantik. Sejak pertama kali kami keluar dari area kedatangan bandara, kami sudah terpana. Laut biru dan hijau seakan menyambut kami. Bersih sekali airnya meski di situ terdapat kapal-kapal yang menanti.
Ibukota Male yang terletak di pulau kecil yang bisa kami kelilingi dengan jalan kaki juga dilingkari oleh birunya air laut yang sering kali tak terlihat jika berbatas dengan langit.
Pulau Maafushi tempat kami tinggal di sana hanya memiliki panjang 3 km dan lebar 200 meter. Warna lautnya bisa seperti kue lapis yang menyimpan variasi warna hijau dan biru. Pantainya memiliki pasir pantai yang putih. Perairan dangkal di bibir pantai sangat luas hingga berwarna toska, memanjakan mereka yang ingin berenang. Memanjakan juga mata yang hanya ingin menikmati indahnya pemandangan hingga senja tiba.
Selain berenang, saya juga sempat menyelam dua kali di sana. Saya bertemu penyu, eagle ray, hiu, baracuda, ratusan ikan dan koral yang cantik.
Akhirnya
Ketika sudah pulang ke Indonesia dan kembali bekerja, atasan saya di kantor yang juga pernah ke Maladewa (dan saya yakin tidur di resort) bertanya, “Gimana Maldives? Bagusan Bali kan?”
Saya terdiam. Jika hanya mencari pulau dan pantai indah, di Indonesia memang banyak sekali akan kita jumpai, tidak cuma Bali. Dari Pulau Weh, Sabang hingga ke Ambon di timur Indonesia (saya belum pernah ke Papua, hiks), terbentang keindahan alam yang mempesona dari gunung, pantai dan bawah lautnya.
Indonesia memang tidak bisa dibandingkan. Di Maladewa saya mendapatkan tidak sekedar alam yang memang menawan, saya mendapat banyak pengalaman. Saya belajar bagaimana negara yang unik dan terbilang sangat kecil bisa bertahan dan memaksimalkan potensi pariwisatanya dan tertib dalam mengatur ibukotanya. Saya bahagia bisa berjumpa dengan masyarakat lokal di sana; perbedaan dan kesamaannya dengan di Indonesia.
Lebih dari itu, saya merasa puas tidak terkira bisa jalan-jalan dengan murah ke Maladewa! Banyak cara untuk menaklukan Maldives yang terkenal mahal. Banyak jalan (murah) menuju Maladewa.
- Menikmati Perjalanan di Tasmania - 2016.01.31
- Banyak Jalan (Murah) Menuju Maladewa - 2015.05.30
- Doa untuk Nepal yang sedang berduka - 2015.04.26
Noted. Thanks buat sharringnya, salam buat @kakilangit Si Lipi 😛
Airasia AK just myr 150 return from kl to Maldives 😀
hallo.. aku ada plan untuk trip 1 minggu ke maldives bulan maret nanti, boleh minta contactnya untuk tanya tanya seputar perjalanan ke maldives?
kalo boleh, tolong email lsg yaaa ke [email protected]
thx a lot
langsung saja via [email protected] ya 🙂
“Indonesia memang tidak bisa dibandingkan. Di Maladewa saya mendapatkan tidak sekedar alam yang memang menawan, saya mendapat banyak pengalaman.” >> ini kalimat favorit banget. hehe.
Di luar soal alamnya, saya suka menghabiskan hari di Maafushi. Orangnya ramah, helpful, dan “ngga morotin” turis. Padahal itu pulau wisata. Beda banget sama Indonesia yang punya oknum dimana-mana ya. Hehe.
di Gili trawangan aja saya merasa “terintimidasi” di negara sendiri. Lah dimana-mana bule, pake bikini. Ini kita terlalu menghargai tamu atau gimana? wkwk.
Nice sharing, mas! Smoga makin banyak kesempatan travelling yaa 🙂