Kuta, tempat yang mungkin sudah biasa, menjadi tujuan wisata semua, baik turis domestik dan manca. Tidak lagi menarik buat beberapa.
Buat saya, ini adalah tempat persinggahan yang pas dan ramah, tempat membuka kotak pandora ingatan-ingatan manis di masa silam: ketika kita tertawa-tawa mencoba bermain selancar seraya menunggu datangnya ombak, ketika kita kelelahan dan meminum air kelapa sambil aku mewarnai kuku, ketika kita duduk bersisian menunggu senja datang di Pantai Kuta, ketika kita bergandengan tangan dalam malam ditemani suara debur ombak dan bintang-bintang yang membentang.
Setelah naik ke Ijen, setelah pergi ke Baluran, setelah menyebrang dengan kapal Ketapang-Gilimanuk, setelah makan Ayam Betutu Bu Lina yang enak luar biasa, tubuh kami terserang diare.
Adalah bijak untuk tidak agresif berjalan-jalan di hari ketiga kami ini. Kami menghabiskan pagi hingga siang di hotel, siang hingga sore kami jalan-jalan naik motor seperlunya saja untuk makan siang dan melihat-lihat Pantai Kuta dan sekitarnya, lalu balik lagi untuk bermalas-malasan saja di hotel sambil bercakap-cakap tentang hal-hal yang tidak penting.
Il dolce far niente.
- Menikmati Perjalanan di Tasmania - 2016.01.31
- Banyak Jalan (Murah) Menuju Maladewa - 2015.05.30
- Doa untuk Nepal yang sedang berduka - 2015.04.26