Hari Keempat
Tidak terasa kami sudah masuk di hari keempat. Badan remuk tapi daftar di secarik kertas yang menjadi target kami, belum semuanya dicoret. Di hari sebelumnya, 2 telur di pagi hari terbukti bisa menenangkan naga di perut kami sehingga ia tidak menggelepar-gelepar. Jurus itulah yang kami gunakan kembali di pagi hari ini. Semangaaatttt!!!
Raffles Hotel, Mint Museum
Berhenti di Stasiun City Hall, kami menuju Mint Museum. Penasaran, pengen tahu seperti apa museum mainan yang konon katanya terkenal bukan main. Perjalanan dari City Hall ke Mint Museum melewati Hotel Raffles yang luasnya ampuunnn deh! Cantik pula! Ya, janganlah bangunan tersebut kita sia-siakan, bukan? Ayo, mari-mari.. siapa yang ingin berfoto-foto sejenak di sini?
Dari luar, Mint Museum ini tidak seperti museum-museum lainnya yang kami kunjungi. Kecil, terletak di bangunan berlantai 5. Lantai 1-nya sudah digunakan untuk Café. Meski tidak meyakinkan, kami berprinsip Dont judge book by its cover! Ya, kami masih meyakini bahwa di dalamnya sudah ada kejutan-kejutan buat kami. Ditambah lagi, harga tiket masuknya lebih premium dibanding museum-museum sebelumnya, $15 per orang. Perjalanan museum dimulai dari lantai 5, turun ke 4, dst.
Benar kan kami dikejutkan!!! Kejutannya adalah tidak ada apa-apa! Iya, itu kejutannya! Kami sudah menaruh ekspektasi tinggi pada museum ini, tapi ternyata isinya hanya koleksi mainan yang tidak banyak. Uh, apa boleh buat bagus atau jelek, sesuai ekspektasi atau pun tidak, haruslah kami syukuri! Syukur loe! Udah bayar mahal ga dapet apa-apa! Rasain! Hihihi.
Asian Civilization Museum, Raffles Statue, Victoria Theatre & Concert Hall
Kami melanjutkan perjalanan kami, meski hujan bolak balik datang dan pergi. Kami sempat terhenti di sebuah gedung untuk waktu yang cukup lama karena hujan menderas. Sepasang kakek dan nenek, yang juga traveler (jadi terbiasa membedakan mana yang penduduk asli, mana yang traveler), terlihat tidak bermasalah dengan kedatanga hujan. Mereka menerobos dengan berbekalkan payung yang selalu mereka bawa-bawa. Kakilangit berkata pada saya Dulu, mereka juga seperti kita, tidak bisa melanjutkan jalan-jalan karena hujan! Namun belajar dari pengalaman, mereka sekarang sudah sedia payung sebelum hujan! Hihihi.
Ketika hujan mereda, kami pun melangkahkan kaki ke patung Raffles, orang nomor satu di Singapore (buat saya). Si pencipta dan peletak dasar sebuah kota yang apik, yang teratur dan potensial berkembang pesat! (Ah, seandainya dia lebih lama berada di Indonesia waktu itu). Kirain patungnya gede, eh, ternyata cuma segitu doank! 😀 Ada 2 patung, di dekat Asian Civilization Museum dan di depan Victoria Theatre.
Kami tidak masuk ke dalam museum. Di Victoria Theatre, pertunjukan juga hanya ada di akhir pekan dan di malam harinya. Jadi, kami benar-benar hanya berjalan-jalan di depannya saja. Foto-foto? Ah, itu tidak usah ditanya! Itu mah paket jalan-jalan, atuh. Hahaha.
Fried Prawn Noodle at Vivo City
2 kata: Lezzaaaaattttt Bangeeeetttt!! Makanan ini referensi Shoe! Salah satu makanan favoritnya, makanan yang dia rindukan jika jauh dari Singapore. Porsi kecil-nya itu udah banyak banget loh! Harganya $6. Hmm, puas deh pokoknya!
Kita makan di Food Republic di Vivo City Plaza. Di plaza ini terdapat monorel yang mengantarkan kita ke Sentosa. Iya, kamu betul. Itu Ancolnya Singapore! Dengan $3, monorel itu akan membawamu berputar-putar di Sentosa. Harganya beda jauh dengan kereta gantung! Info dari teman itu berguna sekali memang!
Song of the Sea!
Di Sentosa, kami tidak berniat main-main seperti halnya di Dufan. Tujuan kami cuma 1: menonton Song of the Sea!. Menurut Shoe sih ga wah, tapi ya layak tonton. Lain halnya menurut Tintin. Dia tidak pernah menonton karena malas antri beli tiketnya yang panjang banget. Apa pun pendapat mereka, perasaan kami mengatakan, kami harus mencobanya! Lagipula, daftar kunjungan kami rupanya sudah kami coret semua! Yay!! Jadi, ini adalah bonus, layak dicoba.
Bayar $10 oer orang, kami menunggu dengan was-was. Pasalnya, hujan tidak kunjung berhenti. Petugas tiket sudah lebih dulu berkata pada kami bahwa kalau kami sudah beli tiket, sifatnya non-refundable. Jika hujan, tidak akan ada pertunjukkan. Kepalang basah sudah sampai di sana, kami pun PD saja membelinya, sambil tetap berdoa pada Yang Maha Kuasa untuk menghentikan air cucuran langit yang Ia cipratkan.
Jam hampir menunjukkan waktunya pertunjukan dimulai. Rintik hujan masih ada, tapi nampaknya pertunjukkan tetap akan dilaksanakan. Horray!! Daripada sakit di negeri orang, kami membeli jas ujan transparan keren seharga $6 yang dijual di sana! Banyak orang juga membelinya. Ratusan orang berkumpul menonton pertunjukan tersebut (sepertinya mereka juga tidak rela kehilangan $10). Memang Yang Maha Kuasa baik, perlahan namun pasti, hujan berhenti! Tepat di beberapa menit sebelum pertunjukkan dimulai.
Jika kamu tanya apakah pertunjukkannya bagus atau tidak, jawabku Menarik!. Bangsa Singapore tahu bagaimana menjual negaranya. Operet yang mereka tunjukkan di awalnya tidak menarik. Tapi lagi-lagi, karena mereka unggul di teknologi, itulah yang mereka berdayakan sebagai daya tarik pertunjukkan. Dan, mereka berhasil memikat ketertarikan saya pada pertunjukan itu. Yup, technology is the song of the Sea-ngapore! (maksa! hihihi)
Lelaaaaahhhh.. namun bahagiaaahh!
(Dunia Luna, 2 April 2010)
- Menikmati Perjalanan di Tasmania - 2016.01.31
- Banyak Jalan (Murah) Menuju Maladewa - 2015.05.30
- Doa untuk Nepal yang sedang berduka - 2015.04.26