“Herr Mozart, saya ingin membuat sebuah simfoni. Bisakah Anda memberikan sebuah saran untuk pemula seperti saya?” tanya seorang penggemar pada Mozart.
“Simfoni itu bentuk musikal yang sangat rumit. Mungkin Anda sebaiknya mulai dari lagu yang sederhana saja dulu,” saran Mozart.
“Tapi Herr Mozart, Anda membuat banyak simfoni sejak usia delapan tahun,” protesnya.
“Ya. Tapi saya tidak pernah bertanya pada siapapun bagaimana caranya.”
Di Mozarthaus, Wina, di depan relik-relik Herr Mozart sembari mendengarkan audio penuntun di setiap koleksinya, saya masih tersenyum jika membayangkan percakapan di atas —yang mungkin saja cuma fiksi. Jika di tempat saya, Mozart berhak menjawab seperti itu karena dia sembada. Untuk manusia yang selama hidupnya menciptakan lebih dari 600 komposisi yang sering disebut sebagai puncak karya dari musik simfoni, konserto, maupun koor, Mozart berhak untuk menjadi pongah.
Joseph Haydn mengatakan, “generasi kita mungkin tak akan melihat bakat seperti Mozart dalam seratus tahun ke depan.” Dan bahkan masih belum ada reinkarnasi Mozart sampai sekarang; dua ratus tahun setelah Haydn mengatakan hal itu.
Beethoven? Komposisi Beethoven di tahun-tahun pertamanya adalah bayang-bayang Mozart. Dan Joseph Haydn adalah guru Beethoven.
Dan rumah dua tingkat di daerah Domgasse dekat dengan katedral raksasa St. Stephan yang sekarang berubah menjadi museum dan lebih dikenal dengan Mozarthaus itu adalah tempat di mana Mozart menyusun simfoni, opera, dan konserto terbaiknya di tahun-tahun terakhir hidupnya.
Tiket masuk Mozarthaus adalah €10. Termasuk standar untuk ukuran museum di manapun. Seingat saya Museum Nasional Singapura mematok tiket masuk sekitar $10 tiga tahun yang lalu. Jangan bandingkan dengan tiket masuk museum di Indonesia. Untuk ukuran Museum Nasionalnya pun manajemen museum kita masih menetapkan harga di lima ribu rupiah. Iya lima ribu rupiah untuk koleksi ribuan relik yang saya rasa sulit ditandingi Museum Nasional mana pun.
Di Mozarthaus, kita bisa melihat dan menjelajahi hidup Mozart dengan bantuan lukisan, dokumen, perkakas, perabotan, dan obyek lain dari masa di mana Mozart hidup. Opera “The Marriage of Figaro” itu juga disusun Mozart di rumah ini. Katanya itu adalah salah satu opera karya Mozart yang terkenal. Maklum saya sendiri baru berkenalan secara intens dengan karya-karya Mozart ketika datang ke Mozarthaus. Sebelumnya saya cuma tahu Symphony No. 40 atau Piano Concerto No. 24. Saya yakin jika Mozart bertambah jenius ketika dia pindah ke Wina adalah berkat asupan Wiener Schnitzel yang lezat itu.
Mendengar salah satu komposisi sang jenius yang disusun lebih dari 200 tahun yang lalu dari audio pembantu di salah satu koleksi Mozarthaus; adalah seperti memakan sepotong Apfelstrudel hangat di musim dingin. Dan pada museum-museum, buku-buku, mitos-mitos, dan cerita legenda yang biasa saya dengar waktu kecil dari ibu sebelum tidur itu, saya sadar manusia telah menemukan rahasia hidup abadi.
- Visa Selandia Baru - 2016.02.10
- Suatu Hari Aku Akan Bercerita Tentang Perjalanan ini Padamu Meskipun Kamu Tahu Kisahnya - 2016.02.04
- Busker - 2016.01.31