Singapore on a shoestring! (part-1)

“Hah? Mau jalan-jalan ke Singapore, Vir? Ck..ck..ck.. lagi kaya ya?” demikian tanya teman saya.

Hihihi, ke Singapore ga perlu nunggu jadi orang kaya! Kelamaan! Total pengeluaran ke Singapore ga beda jauh kok dengan pengeluaran jalan-jalan dalam negeri. Ga percaya? Ini pengalaman saya dan sahabat saya, si Kakilangit, kemarin. Kamu boleh membuktikannya sendiri jika kamu tertarik! Oia, sebagai catatan, ketika kemarin kami jalan-jalan, $1 (dollar Singapore) sama dengan Rp.7rb yaa.. 🙂

Hari Pertama

Saya dan Kakilangit, berangkat dari Yogyakarta menggunakan penerbangan murah Air Asia yang berangkat di pagi hari. Tiket pergi-pulang per orang Rp. 1 jt (Jogja-Singapore-Jakarta). Sesampainya di Bandara Changi ada 2 pilihan murah untuk kami ke kota, menggunakan Bus atau Kereta. Kami memilih yang kedua, SMRT (Singapore Mass Rapid Transit) untuk ke kota tempat kami mencari penginapan. Sebagai turis, kita cukup membeli tiket sekali jalan (single trip ticket) di mesin tiket yang tersedia di stasiun MRT. Harga tiket untuk sekali jalan ke tempat tujuan berkisar $1.80-3.00. Kartunya jangan kamu hilangkan ya! Kartu ini adalah deposit, bisa ditukarkan dengan $ 1 ketika kita sudah sampai di tempat tujuan.

Menurut beberapa teman dan wikitravel (kamus terpercaya saya dan Kakilangit selama ini), penginapan murah di Singapore terletak di kawasan Little India. Dengan bekal itu, pergilah kami ke sana. Ya, saya dan Kakilangit memang sering sekali ‘go show’ dalam mencari penginapan (sementara teman-teman saya sudah memiliki itinerary jelas dan lengkap ketika mereka hendak berpergian). Ada keasyikan tersendiri ketika kita mencarinya secara langsung, tanpa memesan terlebih dahulu.

Berjalan-jalanlah kami di kawasan tersebut. Di tengah-tengah perjalanan kami mencari backpacker hostel yang sesuai dengan kami, perut kami keroncongan bukan main. Berhentilah kami di salah satu restoran India dan memesan menu makan siang di sana. Iya, matahari memang sudah tinggi di atas kami. Tapi rupanya baik lidah saya maupun lidah Kakilangit tidak ada yang cocok dengan masakan India dengan bumbu dan penyajiannya yang unik itu. Roti prata gorenglah satu-satunya penyelamat lidah kami kala itu. Makan siang kami kali itu seharga $8 per orang.

Perut penuh, kekuatan kami pun pulih kembali untuk mencari hostel yang sesuai. Sampailah kami di Dupont St. Di jalan itu terdapat beberapa hostel untuk backpacker. Prince Of Wales (POW)  Backpacker Hostel lah yang menawan mata kami pertama kali. Setelah mengecek kondisi hostel tersebut, kami jatuh cinta pada tempat itu. Murah, bersih, nyaman, dan orang-orang di sana sangat bersahabat! Jika kita menginap di hotel (tanpa ‘s’) di Singapore, harganya pasti melangit. Hotel berbintang yang ditawarkan teman saya ratenya mulai dari $300. Oohhh, tidak!! Nah, di POW ini ratenya membuat saya bisa tersenyum lebar.. cukup $18 per malamnya. Sudah termasuk internet gratis, AC (dinyalakan ketika malam hari), air panas, bir setengah harga (hehehe) dan tentu saja sarapan!! Tapi perlu dicatat, kamarnya berbentuk dorm, 1 ruangan besar ditempati banyak orang, jadi serasa di asrama gitu deh. Seru deh!

Kami pun memesan untuk 2 malam. Iya, 2 malam saja terlebih dulu. Alasannya, ada teman kami yang tinggal di Singapore dan menawarkan kami untuk tinggal di tempatnya. Lumayan banget kan untuk menghemat! Hihihi. Setelah menaruh tas ransel, kami pun segera beranjak untuk jalan-jalan. Chinatown adalah destinasi pertama kami.

Chinatown Heritage Centre

Jika kamu keluar dari stasiun MRT ke arah Pagoda St., maka bangunan ini terdapat sekitar 300m di sebelah kiri. Duh, seneng deh masuk ke dalamnya. Per orang bayar $10. Ga rugi karena satu kata: orisinil! Iya, mereka mempertahankan orisinalitas kehidupan awal para pendatang Cina. Benda-benda kuno, kehidupan publik seperti tiruan pasar tradisional sampai dengan kehidupan personal seperti kamar atau dapur dibuat semirip mungkin di dalam 3 lantai di dalam bangunan tersebut. Yang paling berkesan buat saya adalah dapur tradisionalnya. Mereka membuat seakan-akan ada kehidupan keluarga di dapur. Ada suara Ibu yang sedang menggoreng, teriak-teriak ke Bapaknya. Terus ada suara-suara orang sedang mencuci. Saya sih suka! Ga tau ya kalo kamu..

Sri Mariamman Temple

Salah masuk! Iya, pada saat kami ke sana itu sebenarnya sudah terlihat dari luar bahwa bangunan tersebut sedang direnovasi. Namun dasar ga mau rugi, kami tetap nekat masuk. Gratis sih masuknya. Tapi karena Kakilangit membawa kamera, dikenakan biaya sebesar $3 untuk foto-foto. Seketika setelah kami membayar $3 dan mendapat tiket bebas foto, penjaganya berkata, “You can’t go inside!” Dan dari luar, kita tidak bisa mengambil foto apa-apa karena banyak sekali area yang ditutup kain. Jiaaaaahhh…!!

Buddha Tooth Relic Temple

Sewaktu kami ke sana, sedang ada ibadah yang dipimpin beberapa biksu. Khidmat deh suasananya. Jika kamu pakai celana pendek seperti saya atau menggunakan rok pendek, atau menggunakan atasan tanpa lengan, disediakan kain untuk masuk ke dalamnya. Alasannya sederhana, agar tidak mengganggu kekhidmatan orang-orang yang sedang beribadah. Hihihi, sok tahu mode on! Relief bangunan yang cantik, suasana khidmat, dan pernak-pernik ibadah yang ada di dalamnya sangat berharga untuk dikunjungi. Ditambah lagi, masuk ke sana gratiiiiisssss! Huahahaha, ketawan deh kalo suka sama yang gratis-gratis.

Maxwell Food Centre

Terletak di seberang Buddha Temple, pusat makanan ini membuat kami bersorak-sorak! Wajar saja, setelah siang harinya kami kesulitan mencari makanan yang pas dengan lidah karena terkungkung dengan cita rasa kari, petang hari itu kami memuaskan diri di Maxwell. Pilihan kami jatuh pada Chinese Food dan ditutup dengan Es buah. Total per orang hanya $ 4.5. Senangnya perut kenyang tanpa duit banyak melayang.

Coins and Notes Museum

Kalau Sri Mariamman Temple kami salah masuk karena tidak tepat waktunya (sedang direnovasi), kalau museum ini kami salah masuk memang karena di dalamnya tidak cihuy! Tidak sesuai dengan harganya yang juga $10 per orang. Museum itu hanya terdiri dari 1 ruangan yang berisi koin-koin dan uang kertas Singapore sejak jaman dahulu. Terdapat juga beberapa medallion. Sudah itu saja. Jadi, saya tidak menyarankan kamu untuk masuk ke sini. Kecuali kalau kamu pegawai di bank dan ingin belajar banyak tentang koin atau uang kertas. Hehehe. Tapi lumayan sih, setelah perjalanan panjang hari itu, kita bisa ngaso sebentar di ruangan yang mengalunkan instrumental musik yang pas di telinga.

Night at Prince of Wales

Kami menutup hari dengan bersantai di POW tempat kami menginap. Ada pub untuk kami bersantai dan mendapatkan bir dengan setengah harga karena kami menginap di sana. Birnya enak, namanya “xxxx” dari Australia, tapi rasanya menyerupai Bir Bintang. Di hari-hari tertentu ada juga live music di pub itu. Di pojok ruangan, terdapat satu rak buku yang bisa kamu sewa $1 per hari, atau kamu beli dengan harga miring.

Ahhh, hari pertama yang menarik!

(Dunia Luna, 2 April 2010)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You can use markdown, yes that awesome markdown.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.