MONA

Pada 9 Maret 1513, di Vatikan, Roma, Giovanni di Lorenzo de’ Medici memulai tugas kepausannya. Ia menjadi Paus ke sepuluh yang memilih nama Leo.  Sayangnya ia menjadi salah satu Paus yang paling buruk dalam sejarah gereja Katolik Vatikan. Paus Leo X terkenal dengan penjualan surat pengampunan dosa dan kisah perseteruannya dengan Martin Luther. Ya, Martin Luther yang melahirkan gerakan reformasi gereja yang sekarang kita kenal dengan Kristen Protestan.

Di belahan dunia lain, jauh di bawah globe, di masa yang terpaut lima abad, David Walsh lahir, tumbuh, dan besar di Tasmania, pulau paling selatan Australia. Ia adalah penjudi profesional, yang berarti dia hidup, makan, dan kaya dari berjudi.

Yang menarik adalah kedua manusia berbeda jaman ini disatukan oleh benang merah bernama seni. Paus Leo X dan David Walsh adalah penggemar seni kelas berat. Penjudi dari Hobart itu memiliki 400 koleksi seni dari seluruh dunia, lalu jangan tanya bagaimana hubungan Paus dari Fiorentina itu dengan seni: Paus Leo X menyuruh Raphael mendekorasi kamar-kamar di Vatikan, dan membangun ulang Basilika Santo Petrus.

Jika ada hal lain yang menyatukan mereka, itu adalah cara mereka mengumpulkan kekayaan mereka. Paus Leo X membuat gereja Vatikan kaya raya karena menjual surat pengampunan dosa, David Walsh menjadi milyuner karena menciptakan sistem judi pacuan kuda. Jika kedua orang itu hidup di sini, mereka akan dicap buruk oleh masyarakat. Apalagi Paus Leo X yang dikenal royal dan gemar berfoya-foya itu pernah berkata, “karena Tuhan telah memberi kita kepausan, mari kita menikmatinya.” Benar-benar target empuk untuk para perisak di media sosial kita.

Bagaimanapun juga manusia menghakimi orang lain karena kelakuannya, dan tentunya menilai diri sendiri dari niatnya.

Jika hidup mereka adalah serupa pengadilan, maka di Musei Vaticani, Roma, kami melihat pledoi Paus Leo X dari praktek penjualan surat pengampunan dosa pada lukisan Michaelangelo di Kapel Sistin, mahakarya Raphael pada kamar-kamar di Vatikan, atau pada kemegahan Basilika Santo Petrus sendiri. Dan bagi David Walsh, pembelaannya berupa Museum of Old and New Art, atau lebih dikenal dengan MONA, di Hobart, Tasmania.

MONA adalah museum pribadi terbesar di Australia. Di Indonesia sendiri, jenis museum ini bisa dihitung dengan jari. Setahu saya ada Museum Tengah Kebun milik Syahrial Djalil di Kemang, Jakarta, dan Museum Ullen Sentalu milik keluarga Haryono di Kaliurang, Yogyakarta. David Walsh mendedikasikan museum ini untuk penduduk Tasmania. Jika Anda adalah orang Tasmania, maka Anda bisa masuk ke MONA tanpa biaya, sementara yang lain membayar $20, atau $25 untuk turis asing.

Untuk menikmati MONA, kami disarankan untuk memulainya dari lantai paling bawah. Di lantai B3 semua pengunjung akan bertemu dengan O, sebuah iPod dengan aplikasi khusus yang menggunakan sensor GPS untuk mendeteksi karya seni yang dipamerkan.

MONA sering juga disebut sebagai Disneyland subversif bagi orang dewasa. Dalam 400 karya seni koleksi pribadi David Walsh, ada beberapa yang cukup menarik, mungkin karya-karya seni itulah yang membuatnya dijuluki seperti itu. Contohnya mungkin seperti Snake dari Sidney Nolan. Ia adalah karya terbesar Nolan, dalam arti harfiah atau metafor. Snake adalah sebuah mural sebesar gaban, panjang 46 meter dan tinggi 9 meter, yang tersusun dari 1620 lukisan individu dan membentuk gambar ular pelangi raksasa.

Sydney Nolan's Snake
Sydney Nolan’s Snake

Karya menarik lain datang dari videografer Candice Breitz berjudul Queen (A Portrait of Madonna). Karya instalasi video multichannel yang merekam 30 penggemar berat Madonna dari Italia menyanyikan  lagu-lagu dari album Immaculate Collection-nya Madonna.

Queen (a portrait of Madonna) #travelish #tasmania #mona

A video posted by kakilangit (@kakilangit) on

Dan jika seni adalah kata yang perlu dihancurkan dan dibangun kembali, maka karya Wim Delvoye yang dinamai Cloaca Professional adalah sebuah karya yang merangkum semua pernyataan itu. Artis Belgia ini membuat mesin yang meniru sistem pencernaan manusia. Singkatnya karya ini adalah mesin penghasil tinja.

Bau yang dihasilkan mesin kloaka ini sangat menusuk, dan tak banyak pengunjung yang kuat masuk ke dalam eksebisi ini. Kami hanya mampu bertahan beberapa menit saja, seolah seluruh indra kami diserang oleh sesuatu yang menjijikkan. Kenyataan yang mengejutkan, dan menyinggung secara bersamaan karena sebenarnya hal yang serupa terjadi pada tubuh manusia. Pada akhirnya karya ini memang menantang interpretasi kami untuk mereka ulang arti kata seni sebenarnya.

Wim Delvoye's Cloaca Professional
Wim Delvoye’s Cloaca Professional

Dan yang terakhir adalah Cunts and other Conversations karya Greg Taylor yang berupa 151 cetakan porselen dari vagina perempuan asli. Model dari eksibit ini berumur 18 sampai 78, mereka berasal dari latar belakang Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, Muslim, Pagan, Penyihir, dan Ateis. Para perempuan ini memiliki beragam pekerjaan, seperti guru, dokter, pengacara, akuntan, penulis, aktor, musisi, artis, model, pelajar, arsitek, dan pemuka agama. Juga meliputi heteroseksual, biseksual, dan lesbian. Beberapa modelnya mengaku perawan.

cunts
Cunts and other Conversations

Dan pameran ini adalah cara mereka semua berkata bahwa mereka menginginkan satu hal yaitu agar semua perempuan muda bisa tumbuh terbebas dari ketakutan, keacuhan, dan kemuakan akan tubuh dan seksualitas mereka sendiri.

Tumbuh tanpa dihakimi oleh siapapun. Karena barangkali kita memang kerap menjadi hakim terbaik untuk kekurangan orang lain, dan tentunya menjadi pengacara paling hebat untuk diri kita sendiri.

One thought on “MONA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You can use markdown, yes that awesome markdown.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.