Suatu Sore di Montmartre

Montmartre

Di dalam gerbong M2 yang bergerak teratur, di antara Parisiens, kami menghitung kedip lampu LED di atas pintu kereta. Satu demi satu padam. Perhentian selanjutnya adalah stasiun Blanche. Dengan berbekal informasi dari selebaran yang diambil di sekitar Arc de Triomphe, kami menuju Montmartre, mountain of the martyrs, gunung para martir.

Basilika Hati Kudus, atau orang Paris menyebutnya Basilique du Sacré-Cœur, tampak megah terlihat menyeruak di antara gang besar penuh penjual baju murah dan suvenir di atas bukit setinggi 130 meter itu. Ia adalah tempat ordo Jesuit bermula. Ordo ini mulai terdengar setelah salah satu petingginya, Jorge Mario Bergoglio diangkat menjadi Paus; Paus Francis.

Montmartre adalah kenyataan Paris yang sangat menarik. Di awal abad ke-20 ia pernah menjadi pusat gaya hidup yang tak wajar, gaya hidup petualang, para pencari kepuasan seni, musik, dan sastra; pusat Bohemianisme. Film Moulin Rouge dibuat berdasarkan sebuah bangunan dengan nama yang sama yang terletak beberapa ratus meter dari Basilika Hati Kudus, di kawasan Pigalle, kawasan remang-remangnya Paris.

“Who am I to judge?” Respon Paus Francis pada fakta tak sedikit pencari Tuhan dan kebenaran yang berorientasi seksual gay.

Siapa saya sehingga berhak memberi praduga pada orang-orang di sekitar Basilika Hati Kudus yang ternyata kerap mengganggu dan memaksa kami untuk membeli rosario mereka.

Siapa saya sehingga berhak menghakimi penjaga toko sex toys yang berlari dan meneriaki saya dari belakang untuk mengembalikan sarung tangan saya yang tak sengaja jatuh di depan tokonya.

Bagi saya, sore itu di Montmartre adalah pameran sempurna dari sifat manusia itu sendiri; yang suci dan yang profan.

Basilique du Sacré-Cœur

Moulin Rouge

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You can use markdown, yes that awesome markdown.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.